Perspektif Kritis
Mendalami isu politik dan ekonomi dengan sudut pandang tajam dan informasi yang mendalam.
CILEGON – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Cilegon tengah berada di bawah sorotan tajam publik. Dugaan bahwa organisasi ini—yang seharusnya menjadi mitra strategis pembangunan ekonomi—malah berubah menjadi alat tekanan kepada para investor, memicu gelombang kritik dari masyarakat, pelaku usaha, hingga pemerhati dunia industri.
Isu bermula dari beredarnya keluhan sejumlah pengusaha lokal dan investor asing yang merasa "dipaksa" untuk bermitra dengan pihak-pihak tertentu yang mengatasnamakan Kadin Cilegon. Bentuknya? Proposal kemitraan bisnis, permintaan untuk menyerahkan pelaksanaan proyek, bahkan tekanan halus agar memberikan "jatah" pengelolaan kepada oknum yang disebut sebagai bagian dari struktur Kadin.
“Kami berharap Kadin bisa membantu kami masuk dan berkembang di Cilegon, bukan malah menjadi gerbang yang harus dibayar mahal,” ujar salah satu investor dari luar daerah yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menurut informasi yang dihimpun, modus yang digunakan cukup rapi. Para pengusaha atau kontraktor yang ingin mendapatkan izin usaha, akses proyek pemerintah, atau kemudahan dalam pengadaan, “disarankan” untuk bekerja sama dengan pihak tertentu yang berafiliasi dengan pengurus Kadin. Dalam beberapa kasus, permintaan tersebut bahkan disertai ancaman tidak langsung: jika tidak mengikuti pola yang ditawarkan, izin bisa dipersulit, atau akses kepada pejabat daerah akan ditutup.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah Kadin Cilegon masih menjalankan fungsi aslinya sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi dan fasilitator dunia usaha, atau sudah bergeser menjadi entitas yang justru menghambat investasi lewat praktik rente?
Seorang mantan pengurus Kadin di tingkat provinsi menyebut, fenomena ini bukan baru dan bukan hanya terjadi di Cilegon.
“Banyak yang menjadikan Kadin sebagai kendaraan politik, ekonomi, bahkan jalur proyek. Ini terjadi jika kontrol internal dan transparansi tidak dijaga,” ujarnya.
Ironisnya, Cilegon dikenal sebagai salah satu kota industri terbesar di Indonesia, dengan kawasan-kawasan strategis dan nilai investasi triliunan rupiah setiap tahun. Namun, jika organisasi sekelas Kadin justru menjadi ‘penjaga gerbang’ yang tidak netral, maka pertumbuhan ekonomi yang sehat bisa berubah menjadi panggung perebutan kepentingan elit.
Publik Mendesak Evaluasi
Desakan pun datang dari tokoh masyarakat dan aktivis anti-korupsi di Banten. Mereka menuntut transparansi dari pihak Kadin dan intervensi dari Wali Kota Cilegon untuk mengevaluasi ulang posisi serta kinerja organisasi tersebut.
“Ini bukan sekadar soal oknum, tapi soal kultur yang salah kaprah. Kadin harus dibersihkan dari praktik makelar proyek dan dikembalikan ke fungsinya sebagai pendorong pembangunan,” tegas Faizal, aktivis pemantau anggaran daerah.
Sementara itu, hingga laporan ini diterbitkan, tidak ada klarifikasi resmi dari jajaran pengurus Kadin Cilegon. Beberapa awak media yang mencoba menghubungi pengurus inti tidak mendapatkan respon, meskipun isu ini terus berkembang di ruang publik, terutama di media sosial.
Kamar Dagang atau Kamar Tekanan?
Pertanyaan ini kini mengemuka: apakah Kadin Cilegon akan menjawab tuduhan ini secara terbuka dan mereformasi internalnya, atau justru memilih bungkam dan membiarkan citra mereka tergerus secara perlahan?
Sebagai organisasi yang memiliki akses ke para pengambil kebijakan, dunia industri, dan jejaring ekonomi nasional, Kadin punya tanggung jawab besar—bukan hanya terhadap anggotanya, tapi juga terhadap iklim investasi yang sedang dibangun pemerintah pusat. Jika praktik-praktik seperti ini tidak segera ditindak, maka yang dirugikan bukan hanya investor, tapi seluruh masyarakat Cilegon yang menggantungkan harapan pada pembangunan ekonomi yang bersih dan berkelanjutan.
Galeri
Menampilkan momen penting dalam perlawanan informasi yang kritis.
Informasi
Membedah berita dengan sudut pandang kritis.
Kritik
Analisis
narasinegara@mail.com
+13203180217
© 2025. All rights reserved.